Ada seorang awam masuk ke sebuah situs lokal yang berlabel "detektif". Di dalamnya dia menemukan tulisan-tulisan yang sebagian besar adalah teka-teki kriminal buatan para pengguna. Dia mencoba untuk menjawab teka-teki tersebut. Hari demi hari berganti, dia semakin tertarik bahkan cenderung kecanduan dengan teka-teki yang ada di sana. Kemampuan berpikir yang bagus memberikan nilai tambah. Dalam hatinya dia berkata, "Aku sekarang pasti sudah menjadi detektif yang hebat."
Pertanyaannya adalah: Benarkah dia detektif?
Saya mencoba menelusuri bagaimana pemahaman dunia tentang detektif. Saya cari tahu bagaimana orang barat (tempat asal kata detektif) menganggap detektif. Ternyata orang sana memahami bahwa profesi detektif itu sama seperti profesi yang kita sebut sebagai mata-mata.
Detektif di luar negeri sebagian besar bekerja sebagai penggali informasi guna pengusutan kasus. Seperti misalnya menyelidiki latar belakang seseorang atau mencari petunjuk terkait dengan kasus. Detektif dituntut untuk menguasai berbagai macam kecakapan, baik itu ilmiah maupun sosial. Kecapakan ilmiah meliputi keterampilan pengambilan bukti, analisa bukti, analisa lingkungan, IT, dll. Kecapakan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi, cara bersikap, psikologi, dll.
Pendidikan detektif di luar negeri berupa simulasi yang dibuat semirip mungkin dengan kasus sebenarnya. Malah terkadang mereka diajak untuk terjun langsung memecahkan sebuah kasus. Pendidikan ini ditujukan untuk anak usia 9-12 tahun. Kasus yang digunakan sebagai materi biasanya kasus-kasus ringan seperti pencurian dan perampokan.
Saya membandingkan dengan kondisi di mana saya berada sekarang ini. Pembelajaran detektif yang berupa teka-teki fiktif yang hampir semuanya pembunuhan, dengan informasi sudah tertera di dalamnya. Itu hanya akan meningkatkan kemampuan mengolah informasi, tidak diajarkan bagaimana mencari informasi. Misalkan dalam teka-teki tertulis "darah yang menggenangi korban berasal dari 3 titik, di tangan, perut, dan kepala", maka yang ada dipikiran pembaca adalah seperti itu. Sekarang bagaimana jika hal itu di-real-kan? Kita datang ke TKP dan melihat mayat bersimbah darah. Apakah kita akan langsung mendapatkan informasi bahwa darah berasal dari 3 titik? Tentu tidak.
Selain itu teka-teki (yang baru-baru ini saya sadari) ternyata juga akan melahirkan orang tipe kriminal. Membuat teka-teki (case) sama seperti merencanakan suatu bentuk kejahatan. Lalu sebenarnya tujuan case ini apa?
Saya memiliki seorang kenalan sesama pengguna forum. Di mata teman-temannya dia dianggap detektif karena kegemarannya bermain forum detektif. Suatu ketika salah seorang temannya memberinya pertanyaan yang sebenarnya sederhana, bisa ditebak oleh orang awam. Kenalan saya itu nampak bingung menjawab pertanyaan yang menurutnya tidak masuk akal itu. Temannya menjawab dengan sangat sederhana dan berkata, "katanya detektif, gini aja bingung". Betapa malunya kenalan saya itu.
Saya juga pernah mengalami hal serupa. Suatu ketika saya mengikuti outbond yang diselenggarakan oleh BEM di kampus saya. Dalam acara penjelajahan kami diberi sebuah teka-teki. Saya memikirkan jawabannya, namun tidak ketemu. Teman saya mengusulkan jawaban yang sederhana, namun saya masih ragu. Ternyata apa? Jawaban teman saya benar.
Jika anda perhatikan sekeliling anda, fenomena ini sering terjadi, terutama ketika kita sudah terlalu sering berimajinasi sampai lupa batasannya, sehingga melupakan hal sepele yang malah sesuai dengan realita. Hal sangat penting bagi seorang detektif. Realita adalah kunci pemecahan kasus, bukan imajinasi yang entah larinya ke mana. Ada kata-kata bijak "Logika kalah dengan Realita, dan Realita kalah dengan Waktu".
Bermain teka-teki cukup menyenangkan menurut saya. Tapi jika ingin menjadi seorang investigator atau bahkan detektif itu sangat belum cukup. Tidak hanya kemampuan berpikir, soft skill juga dibutuhkan. Latihlah mulai sekarang, dimulai dengan mencari informasi.
Bonus:
Seorang teman berkata: "Jika hal yang kau sukai tidak memberikan apa-apa untuk, itu hanya sampah"