DETECTIVE AND MAFIA
Silakan mendaftar atau masuk untuk mengakses forum Detective and Mafia.


-Terima Kasih-
DETECTIVE AND MAFIA
Silakan mendaftar atau masuk untuk mengakses forum Detective and Mafia.


-Terima Kasih-
DETECTIVE AND MAFIA
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

DETECTIVE AND MAFIA

Mens Vincit Omnia
 
IndeksIndexGalleryLatest imagesPencarianPendaftaranLogin
Selamat datang di forum Detective and Mafia, silakan perkenalkan diri
di Perkenalan member baru agar resmi menjadi member Detective and Mafia
Selamat datang di DAM
Silakan baca petunjuk, peraturan dan tata cara bermain forum
Di sini sebelum melakukan aktivitas di forum

Share
 

 Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.13)

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down 
PengirimMessage
Cherrémio Chii

Newbie
Newbie
Cherrémio Chii

Female
Age : 28
Reputation : 5
Jumlah posting : 265

Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.13) Empty
PostSubyek: Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.13)   Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.13) I_icon_minitimeMon Mar 28, 2011 3:38 pm

13. PENJELASAN POIROT
"POIROT! Dasar! Ingin rasanya aku mencekikmu. Kenapa pakai mencurangi teman
segala?"
Kami duduk di ruang perpustakaan setelah melalui beberapa hari yang sibuk. Di
ruang bawah John dan Mary telah bersatu kembali, sedang Alfred Inglethorp dan
Nona Howard ditahan yang berwajib. Sekarang saya bisa bicara bebas dengan Poirot
dan bertanya dengan bebas.
Poirot tidak langsung menjawab. Tapi akhirnya dia berkata,
"Aku tidak mencurangimu, mon ami. Aku hanya membiarkan dirimu tertipu oleh
dirimu sendiri."
"Ya. Tapi mengapa?"
"Sulit dijelaskan. Karena kau adalah seorang yang jujur. Setiap perubahan akan
terlihat di wajahmu—juga perubahan perasaanmu! Seandai¬nya aku memberi tahu
apa yang kupikirkan itu kepadamu, pasti Tuan Inglethorp yang licin itu bisa menebak
dan menghindar. Jadi kita tak akan punya kesempatan untuk menangkap dia!
"Rasanya kau pernah mengatakan bahwa aku cukup pintar berdiplomasi."
"Jangan marah, Kawan," kata Poirot menghi¬bur. "Bantuan yang kaubcrikan sungguh
luar biasa. Kesulitannya adalah bahwa kau punya sifat yang terlalu baik."
"Ya—" kata saya mulai lunak. "Setidak-tidaknya kau kan bisa memberi satu atau dua
petunjuk."
"Lho, kan sudah. Bejberapa, malah. Tapi kau tidak mau tahu. Coba pikir sekarang^.
Apa aku pernah mengatakan bahwa John Cavendish bersalah? Bukankah aku
mengatakan bahwa pasti dia bebas?"
"Ya, tapi—"
"Dan bukankah setelah itu aku mengatakan bahwa sulit menjatuhkan tuduhan pada si
pembunuh? Bukankah jelas bahwa aku berbicara tentang dua orang yang berbeda?"
'Tidak. Tidak cukup jelas bagiku!"
"Lalu, bukankah pada permulaan aku berulang kali mengatakan bahwa aku tidak ingin
Tuan Inglethorp ditahan sekarang}
Tentunya hal itu bisa menjadi petunjuk bagimu."
"Apa kau mencurigai dia sejak lama?"
"Ya. Yang pertama karena yang beruntung dengan kematian Nyonya Inglethorp
adalah suaminya. Itu tak bisa disangkal lagi. Lalu ketika aku datang pertama kali ke
Styles, memang aku belum punya gambaran bagaimana pembunuhan itu dilakukan,
tapi ketika aku kenal Tuan Inglethorp, aku tahu bahwa akan sulit menemukan bukti
untuk menghubungkan dia dengan pembu¬nuhan tersebut. Kemudian aku tahu bahwa
Nyonya Inglethorp-lah yang membakar surat wasiat itu. Jadi kau tak perlu mengeluh,
Kawan, karena sebenarnya aku telah berusaha memberikan titik terang kepadamu."
"Ya, ya," kata saya tak sabar. "Teruskan."
"Nah. Keyakinanku bahwa Tuan Inglethorp bersalah menjadi guncang. Begitu banyak
bukti yang menolak keyakinan itu sehingga aku memikirkan adanya kemungkinan
lain."
"Kapan kau berubah pendapat?""Ketika aku menyadari bahwa bertambah besar
usahaku untuk membersihkan dia, bertambah besar usahanya agar dirinya ditahan.
Kemudian, ketika aku tahu bahwa dia tidak punya hubungan apa-apa dengan Nyonya
Raikes, dan bahwa John-lah yang sebenarnya berhubungan dengan Nyonya Raikes,
maka aku menjadi yakin."
"Mengapa?"
"Sederhana saja. Seandainya Tuan Inglethorp memang punya hubungan gelap dengan
Nyonya Raikes, sikap diamnya bisa dimengerti. Tetapi ternyata seluruh desa tahu
bahwa John-lah yang tertarik pada istri cantik petani itu. Jadi pasti ada sesuatu yang
disembunyikannya dengan sikapnya tersebut. Tak ada gunanya berpura-pura bahwa
dia takut akan skandal itu. Hal ini menyebabkan aku penasaran dan berpikir lebih
jauh. Akhirnya aku menyimpulkan bahwa Alfred Inglethorp memang ingin agar
ditahan. Eh bienl Sejak itu aku pun berhati-hati agar dia jangan sampai ditahan."
"Tunggu sebentar. Aku tidak mengerti mengapa dia ingin ditahan?"
"Karena, mon ami, hukum di negaramu mengatakan bahwa seseorang yang pernah
dibe¬baskan dari penahanan tidak bisa lagi diajukan ke pengadilan untuk perkara
yang sama. Aha! Tapi si Inglethorp itu memang lihai! Dia benar-benar punya cara.
Dia tahu benar bahwa dia dicurigai. Jadi dia membuat banyak bukti agar dia ditahan.
Tapi kalau sudah ditahan dia akan mengeluarkan senjata ampuhnya—alibi yang kuat
dan—dia akan selamat!"
"Tapi aku masih tidak mengerti bagaimana mungkin dia bisa membuat alibi dan pergi
ke toko obat dalam waktu yang bersamaan."
Poirot memandangku dengan heran.
"Bagaimana mungkin? Ah, kasihan kau. Belum tahu bahwa Nona Howard yang pergi
ke toko obat itu?"
"Nona Howard?"
"Ya. Siapa lagi? Itu kan mudah. Tinggi badannya hampir sama, suaranya besar seperti
laki-laki dan dia dengan Inglethorp masih sepupu. Ada persamaan cara mereka
berjalan. Sederhana. Pasangan yang cerdik!"
"Tapi aku masih tidak mengerti dengan bromida itu."
"Bon! Aku akan merekonstruksinya. Aku rasa
Nona Howard-lah otak pembunuhan ini. Kau masih ingat bukan, dia pernah berkata
bahwa ayahnya adalah seorang dokter? Barangkali dialah yang menyiapkan obat
untuk pasien ayahnya. Atau barangkali dia mendapatkan ide itu dari salah satu buku
Nona Cynthia yang tergeletak begitu saja ketika dia belajar untuk ujian. Pokoknya dia
tahu bahwa dengan menambahkan bubuk bromida dalam larutan yang mengandung
strychnine akan menyebabkan strychnine-nya mengendap. Ba¬rangkali ide itu tibatiba
saja timbulnya. Nyonya Inglethorp punya sekotak bubuk bromida yang kadangkadang
diminumnya pada malam hari. Tentunya sangat mudah untuk memasukkan
sedikit bubuk bromida ke dalam botol obat Nyonya Inglethorp ketika baru datang dari
Coot. Bahayanya tidak ada. Dan tragedi itu baru akan terjadi dua minggu kemudian.
Kalau ada orang melihat salah seorang dari mereka memegang-megang botol itu,
maka dalam waktu dua minggu itu mereka akan melupakannya. Nona Howard akan
memulai pertengkaran itu, lalu pergi dari Styles. Waktu kepergiannya akan cukup
lama dan tidak akan menimbulkan kecurigaan. Memang ide yang amat bagus! Kalau
mereka berhenti sampai di situ barangkali kasus itu tak akan pernah terbongkar.
Tetapi mereka tidak cukup puas. Mereka menganggap dirinya hebat—jadi akibat¬nya
begitu."
Poirot menghembuskan asap rokoknya yang kecil, Matanya tajam menatap langitlangit.
"Mereka ingin melemparkan kecurigaan pada John Cavendish dengan membeli
strychnine dan menandatangani buku di toko obat itu.
"Pada hari Senin Nyonya Inglethorp akan meminum sisa obatnya yang terakhir.
Karena itu, pada jam enam sore, Alfred Inglethorp berusaha agar dilihat sejumlah
orang di tempat yang agak jauh dari desa. Nona -Howard sebelumnya telah
menyebarkan gosip tentang hubungan gelap antara Alfred dengan Nyonya Raikes,
supaya Inglethorp punya alasan untuk bersikap diam. Pada jam enam, dengan
menyamar sebagai Inglethorp, Nona Howard memasuki toko obat sambil mengobral
cerita tentang anjing itu. Dia menuliskan nama Inglethorp dengan tulisan yang
dimiripkan dengan tulisan John Cavendish—yang telah dia pelajari baik-baik
sebelumnya.
"Tapi, rencana itu bisa gagal, apabila John juga punya alibi yang kuat. Jadi, dia
menulis surat kaleng—dengan tulisan yang mirip tulisan John— dan menyuruh John
datang ke tempat terpencil.
"Sejauh itu, rencananya berhasil. Nona Howard kembali ke Middlingham. Alfred
Inglethorp kembali ke Styles. Tak ada yang akan bisa menuduhnya, karena Nona
Howard-lah yang membeli strychnine itu—lagi pula, itu semua dirancang agar
kecurigaan dilimpahkan kepada John Cavendish.
"Tetapi Nyonya Inglethorp ternyata tidak minum obatnya pada malam itu. Kabel bel
yang putus, ketidakhadiran Cynthia di kamarnya pada hari Senin itu—semua diatur
oleh Inglethorp. Tapi ternyata sia-sia. Lalu—dia membuat keke¬liruan.
"Nyonya Inglethorp pergi makan siang. Dia duduk menulis apa yang telah terjadi, dia
pikir mungkin Nona Howard gelisah karena rencana mereka tak berhasil. Barangkali
Nyonya Ingle¬thorp pulang lebih cepat dari yang diperkirakan- > nya. Kemudian dia
cepat-cepat menyembunyikan surat yang ditulisnya dan mengunci mejanya. Dia takut,
kalau tetap berada di kamar itu, dia pasti akan membuka laci mejanya dan Nyonya
Inglethorp akan melihatnya. Jadi dia ke luar dan berjalan-jalan di hutan, sambil
merenung apakah Nyonya Inglethorp membuka mejanya atau tidak.
"Tapi, seperti kita ketahui, Nyonya Inglethorp ternyata menemukan surat itu dan
mengetahui pengkhianatan suaminya dan Nona Howard. Sayangnya, kalimat yang
menyebutkan tentang bromida itu tidak punya arti apa-apa baginya. Dia tahu bahwa
dia dalam bahaya—tapi tidak tahu bentuk bahaya itu bagaimana.
Dia memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa pada suaminya, tapi dia menulis
surat pada pengacaranya agar datang keesokan paginya. Dia juga memusnahkan surat
wasiat yang baru saja dibuatnya. Dia menyimpan surat suaminya."
"Jadi suaminya mencari surat itu dengan membuka paksa tas istrinya?"
"Ya. Dari besarnya bahaya yang mungkin dihadapinya, kita tahu bahwa dia sadar
akan
pentingnya surat itu. Kalau dia bisa menguasai surat itu, maka tak akan ada bukti yang
bisa menghubungkannya dengan pembunuhan itu."
"Ada yang tidak kumengerti. Mengapa dia tidak memusnahkannya setelah surat itu
ada di ta¬ngannya?"
"Karena dia tidak berani mengambil risiko yang lebih besar lagi—dengan menyimpan
surat ter¬sebut."
"Aku tidak mengerti!"
"Begini. Aku telah memperhitungkan bahwa dia hanya punya waktu lima menit untuk
mencari surat itu—lima menit sebelum kedatangan kita ke kamar itu, karena
sebelumnya Annie membersih¬kan tangga dan dia pasti melihat siapa pun yang pergi
ke sayap kanan. Bayangkan saja! Dia masuk kamar, dengan memakai kunci yang
lain—banyak kunci yang mirip satu sama lain—dan terburu-buru mencari tas istrinya.
Ternyata tas itu dikunci dan dia tidak melihat kuncinya di sekitarnva. Ini merupakan
hal yang menyulitkan karena kehadir¬annya di kamar itu pasti akan ketahuan. Tapi
dia toh nekat juga, karena surat yang ada di tas itu sangat penting. Dengan cepat dia
membuka paksa kunci tas itu dengan pisau lipat dan mengambil suratnya.
"Tapi sebuah kesulitan lain timbul. Dia tidak berani menyimpan surat itu. Barangkali
ada orang yang melihatnya keluar kamar—dan dia takut digeledah. Kalau surat itu
ditemukan, dia tak akan bisa berkutik lagi. Barangkali pada detik itu juga
dia mendengar Tuan Wells dan John keluar dari ruang kerja Nyonya Inglethorp. Dia
harus bertindak cepat. Di mana dia bisa menyembunyi¬kan surat keparat itu? Isi
keranjang sampah tetap disimpan dan pasti akan diperiksa. Tak ada alat untuk
memusnahkannya. Dia memandang berke¬liling dan melihat—apa kira-kira, mon
ami}"
Saya menggelengkan kepala.
"Dia telah menyobek surat itu menjadi lembar¬an-lembaran panjang dan
memasukkannya ke dalam salah satu vas di atas perapian."
Saya berseru kagum.
"Tak seorang pun akan berpikir untuk melihat-lihat isi vas itu," kata Poirot. "Dan pada
kesempatan yang lebih baik, dia akan bisa mengambil surat tersebut."
"Jadi benda itu selama ini ada di depan hidung kita?" seru saya.
Poirot mengangguk.
"Ya, Kawan. Di situlah aku menemukan mata rantai terakhir itu dan aku sangat
berterima kasih padamu."
"Padaku?"
"Ya. Kau ingat kan waktu mengatakan bahwa tanganku gemetar ketika membenahi
benda-benda pajangan di atas perapian?"
"Ya, tapi aku tidak tahu—"
"Benar. Tapi aku tahu. Aku ingat bahwa pagi harinya, ketika kita di dalam kamar itu,
aku telah membenahi benda-benda di atas perapian. Dan kalau benda-benda itu sudah
dibenahi, maka tidak perlu dibenahi lagi kecuali ada orang lain yang menyentuhnya."
"Ah, jadi karena itulah kau bertingkah aneh. Kau cepat-cepat ke Styles dan surat itu
ternyata masih ada di situ?"
"Ya. Aku berpacu dengan waktu."
'Tapi aku masih; belum mengerti mengapa Inglethorp setolol itu—-membiarkan surat
tersebut tetap di situ walaupun dia punya kesempatan untuk memusnahkannya."
"Ah, dia nggak punya kesempatan. Aku telah mengaturnya."
"Kau?"
"Ya. Kau ingat waktu kau marah-marah karena aku berteriak-teriak? Kau mengatakan
tak perlu berbuat begitu karena semua orang akan tahu?"
"Ya."
"Nah, pada saat itu aku melihat hanya ada satu kesempatan. Aku belum yakin waktu
itu, apakah si pembunuh itu Inglethorp. Seandainya dia tidak memegang dokumen itu
atau menyembunyikan¬nya di suatu tempat, dengan berteriak begitu aku akan
mendapat simpati setiap orang di rumah. Inglethorp telah dicurigai. Dengan membuka
persoalan itu di muka umum, aku mendapat pelayanan sepuluh orang detektif amatir
yang akan memperhatikan gerak-geriknya terus-menerus. Inglethorp sendiri yang
merasa dicurigai pasti tidak akan berani bertindak gegabah. Karena itu, terpaksa dia
meninggalkan rumah dan meninggal¬kan surat itu di dalam vas."
"Tapi tentunya Nona Howard punya kesempat¬an banyak untuk membantu dia."
"Ya, tapi dia kan tidak tahu apa-apa tentang surat itu. Dan sesuai dengan rencana
mereka, dia tak akan bicara dengan Inglethorp. Mereka bersikap sebagai musuh.
Sampai John Cavendish diputuskan bersalah, mereka tak akan berani bertemu.
Tentu saja aku sudah menyuruh seseorang untuk selalu memata-matai Inglethorp.
Aku berharap cepat atau lambat dia akan menunjukkan tempat dokumen itu
disembunyi¬kan. Tapi dia cukup cerdik dan bersikap baik-baik saja. Surat itu aman di
tempatnya, karena tak ada orang yang berpikir untuk mencarinya pada minggu
pertama.
Mungkin dalam minggu berikut dan seterusnya pun akan demikian. Tapi karena
kaulah, semuanya jadi terbongkar."
"Aku mengerti sekarang. Tapi kapan kau mulai mencurigai Nona Howard?"
"Ketika aku tahu bahwa dia berbohong tentang surat yang diterimanya dari Nyonya
Inglethorp pada waktu pemeriksaan."
"Apa yang terjadi?"
"Kau melihat surat itu? Masih ingat rupa surat itu?"
"Ya—samar-samar."
"Kau masih ingat kan, bahwa tulisan Nyonya Inglethorp sangat jelas dengan jarak
yang cukup lebar antara satu kata dengan kata lainnya? Tetapi kalau kau melihat
tanggal di bagian atas surat, 17
Juli, ditulis amat berbeda. Kau mengerti mak¬sudku?"
"Tidak," saya mengaku.
"Surat itu tidak ditulis pada tanggal 17 Juli tapi tanggai 7 Juli—sehari setelah
kepergian Nona Howard. Tapi karena ada tambahan angka 1, maka tanggalnya
menjadi 17."
"Mengapa dia menambahkannya?"
"Pertanyaan itulah yang ingin kuketahui jawabnya. Mengapa dia menyembunyikan
surat yang ditulis pada tanggal 17 dan menggantinya dengan surat palsu? Karena dia
tidak ingin menunjukkan surat yang bertanggal 17. Mengapa? Waktu itu juga aku
langsung curiga. Kau pasti ingat kata-kataku agar kita hati-hati pada orang yang tidak
mengatakan hal yang sebenarnya."
"Tapi setelah itu, kau meyakinkanku dengan dua alasan mengapa Nona Howard tidak
mungkin 'melakukan* kejahatan itu!" seruku.
"Aku punya alasan bagus," jawab Poirot. "Untuk saat yang cukup lama hal itu
membuatku bingung sampai aku teringat bahwa dia dan Alfred adalah saudara
sepupu. Dia tak akan bisa melaksanakan rencananya sendirian. Tapi alasan itu tidak
membuatnya mundur. Lalu juga sikap bencinya yang berlebihan! Sikap yang
demikian biasanya menyembunyikan perasaan yang sebalik¬nya. Pasti ada ikatan di
antara mereka sebelum keduanya datang ke Styles. Mereka telah meren¬canakan
semuanya—bahwa Alfred harus menikah dengan wanita tua yang kaya tetapi agak
bodoh itu, dan berusaha agar dia meninggalkan semua hartanya untuknya. Seandainya
mereka berhasil, mungkin mereka akan pergi meninggalkan Inggris. Dan hidup
bersama dari uang si korban.
"Mereka adalah pasangan yang lihai dan bejat. Di satu pihak kecurigaan-kecurigaan
dilemparkan pada Alfred. Di pihak lain Nona Howard membuat persiapan untuk
tujuan yang berbeda. Dia datang dari Middlingham dengan meyakinkan. Tak ada
kecurigaan padanya. Dia bebas melakukan apa saja di rumah itu. Dia bebas
menyembunyikan botol strychnine di kamar John. Dia meletakkan jenggot di loteng.
Dia mengatur sedemikian rupa sehingga cepat atau lambat benda itu akan ditemukan."
"Aku tak mengerti mengapa mereka mencoba melemparkan kecurigaan pada John.
Seandainya Lawrence yang kena, rasanya akan lebih mudah."
"Ya. Itu hanya kebetulan saja. Semua bukti yang memberatkan dia juga merupakan
kebetulan. Tentu sangat menjengkelkan keduanya,"
"Dan sikapnya juga tidak membantu," kata saya merenung.
"Ya. Kau pasti tahu apa yang menyebab¬kannya?" "Tidak."
"Kau tidak tahu bahwa dia mengira Nona Cynthia yang bersalah?"
'Tidak," seru saya terkejut. "Tak mungkin!"
"Mungkin saja. Aku dulu juga hampir berpikir begitu. Aku sudah punya pikiran
begitu ketika aku bertanya kepada Tuan Wellls tentang surat wasiat itu. Lalu ada
bubuk bromida yang disiapkannya. Dan kebolehannya berakting sebagai laki-laki
seperti diceritakan Dorcas. Sebenarnya banyak sekali bukti yang memberatkan dia."
"Jangan main-main, Poirot."
"Tidak. Aku serius. Kau tahu apa yang membuat Lawrence pucat ketika dia masuk ke
kamar ibunya pada malam yang naas itu? Karena ketika ibunya sedang tergeletak
bergulat dengan maut, dia melihat bahwa pintu yang menghubung¬kan kamar ibunya
dengan kamar Nona Cynthia tidak digerendel."
"Tapi dia mengatakan bahwa pintu itu digeren¬del!" seru sava.
J
"Tepat," kata Poirot. "Dan justru hal itulah yang membuatku bertambah yakin bahwa
pintu itu tidak digerendel. Dia ingin melindungi Nona Cynthia."
'Tapi kenapa dia melindunginya?"
"Karena dia jatuh cinta pada gadis itu."
Saya tertawa.
"Nah, sekarang kau yang keliru! Kebetulan aku tahu dari sebuah fakta bahwa dia
bukannya sedang jatuh cinta tapi sangat benci pada Cynthia."
"Siapa yang mengatakan hal itu, mon amiV*
"Cynthia sendiri."
"La pauvrc pctitel Dan dia sedih?"
"Katanya dia tidak apa-apa."
"Kalau begitu dia pasti apa-apa," kata Poirot. "Memang wanita biasanya begitu!"
"Yang kaukatakan tentang Lawrence tadi membuatku heran."
"Mengapa? Itu kan kelihatan jelas. Bukankah dia selalu bermuka masam setiap kali
Nona Cynthia tertawa dan bicara dengan kakaknya? Dia menyangka gadis itu jatuh
cinta pada kakaknya. Ketika dia masuk kamar ibunya yang kena racun, dia mengira
bahwa gadis itu terlibat di dalamnya. Dia jadi kacau. Lalu dia menghancurkan cangkir
kopi itu karena dia ingat bahwa Cynthia pergi ke luar malam sebelumnya. Dia
bermaksud mele¬nyapkan semua bukti yang memberatkan Cynthia. Karena itulah dia
mengemukakan pendapat tentang kematian yang wajar."
"Bagaimana dengan cangkir kopi ekstra itu?"
"Aku yakin bahwa Nyonya Cavendish-lah yang menyembunyikannya, tapi aku harus
membukti¬kannya. Mula-mula Lawrence tidak tahu apa yang aku maksud; tetapi
setelah berpikir, dia menarik kesimpulan bahwa kalau dia bisa menemukan cangkir
ekstra itu, gadis yang dicintainya itu akan bebas dari tuduhan. Dan dia memang
benar."
"Satu hal lagi. Apa yang dimaksud Nyonya Inglethorp dengan kata-kata terakhirnya?"
"Tentu saja tuduhan pada suaminya."
"Ah, rasanya kau telah menerangkan semuanya padaku. Aku senang karena semua
berakhir dengan baik. John dan istrinya juga sudah berbaik kembali."
"Karena aku."
"Apa maksudmu?
Apakah kau tidak mengerti bahwa penahanan John-lah yang menyebabkan mereka
berkumpul kembali? Bahwa John Cavendish masih cinta pada istrinya—itu aku yakin.
Juga bahwa istrinya mencintai dia. Tapi mereka bertambah lama bertambah jauh.
Semuanya itu karena salah pengertian. Nyonya Cavendish memang dulu tidak cinta
pada suaminya. Dan suaminya tahu. vDia adalah seorang laki-laki yang sensitif dan
tidak mau memaksa kalau istrinya tidak mau. Tetapi ketika dia mundur, cinta istrinya
tumbuh. Tapi keduanya adalah manusia angkuh dan keangkuhan mereka justru
memisahkan mereka. John kemudi¬an bermain-main dengan Nyonya Raikes. Dan
istrinya dengan sadar memupuk persahabatan dengan Dokter Bauerstein. Kau masih
ingat waktu aku ragu-ragu membuat keputusan?" "Ya. Aku bisa mengerti
kesulitanmu." "Maaf, Kawan, aku rasa kau tak mengerti sama sekali. Aku berpikir
apakah sebaiknya aku membebaskan John Cavendish dari tuduhan itu sama sekali.
Aku bisa saja membebaskannya sekaligus saat itu, walaupun itu berarti kegagalan
untuk menangkap si pembunuh. Mereka sama sekali tidak mengerti sikapku sampai
saat ter-akrnr."
"Maksudmu sebenarnya kau bisa membebaskan John Cavendish dari awal supaya
tidak dibawa ke pangadilan?"
"Ya, betul. Tapi aku memutuskan dengan pertimbangan 'demi kebahagiaan seorang
wanita'.
Kesulitan dan bahaya yang mereka hadapi ituia yang akan membawa kedua orang
angkuh itu bersatu kembali."
Saya memandang Poirot dengan kagum. Benar-benar hebat orang ini. Tak seorang
pun pernah berpikir bahwa suatu pengadilan pembunuhan bisa menjadi alat perukun
kebahagiaan!
"Aku mengerti apa yang kaupikir, mon ami," katanya sambil tersenyum. "Tak seorang
pun kecuali Hercule Poirot akan mencoba hal seperti itu! Sebenarnya memang itulah
yang terpenting. Kebahagiaan seorang laki-laki dan seorang wa-nita.
Kata-katanya membuat saya merenungkan beberapa hal yang telah lewat. Saya
teringat pada Mary yang terbaring pucat di sofa, mendengar, dan mendengar. Lalu
lonceng berbunyi di bawah. Dia terkejut. Poirot membuka pintu, dan sambil menatap
matanya yang pedih dia berkata, 'Ya, Nyonya, saya membawanya kembali pada
Anda.' Poirot minggir dan saya ke luar. Tapi saya sempat melihat sinar cinta dalam
mata Mary dan John Cavendish mendekap istrinya.
"Barangkali kau benar, Poirot," kata saya pelahan. "Memang itulah yang paling
penting di dunia."
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan Cynthia melongokkan kepalanya. "Saya—
saya hanya—" "Masuklah," sahut saya sambil berdiri. Dia masuk tapi tidak duduk.
"Saya—hanya ingin mengatakan—" "Ya?"
"Cynthia memain-mainkan benang di tarikannya. Kemudian dia berseru, "Kalian
sangat baik!" Dan mencium saya, lalu Poirot. Lalu berlari ke luar. "Apa maksudnya?"
tanya saya, heran. Memang menyenangkan rasanya dicium Cyn¬thia. Tapi katakatanya
tadi kok—
"Artinya dia tahu bahwa Lawrence ternyata
tidak membencinya seperti yang dianggapnya,"
jawab Poirot.
"Tapi—" 4
"Ini dia."
Lawrence lewat di depan pintu. "Oh, Tuan Lawrence," panggil Poirot. "Kami harus
memberi selamat pada Anda, bukan?"
Wajah Lawrence menjadi merah dan dia tersenyum kaku. Seorang laki-laki yang
sedang jatuh cinta memang merupakan tontonan yang menimbulkan belas kasihan.
Dan... Cynthia memang menarik.
Saya menarik napas panjang. "Ada apa, mon ami}""Nggak ada apa-apa," kata saya
sedih. "Mereka berdua adalah wanita-wanita yang me¬nyenangkan!"
"Tapi tak seorang pun untukmu?" kata Poirot. "Tak apa. Sudahlah. Kita mungkin akan
mendapat yang lain. Siapa tahu? Lalu—"
Kembali Ke Atas Go down
http://b1t4-daniyaputri.blogspot.com/
 

Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.13)

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1

 Similar topics

-
» Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.11)
» Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.12)
» Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.1)
» Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.2)
» Agatha Christie MISTERI DI STYLES (chap.3)

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
DETECTIVE AND MAFIA :: DAM Office :: Library :: Story of Detective-